Senin, 17 September 2018

Desa Wisata Cisungsang


Banten merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan nuansa budaya islami, wisata, dan adat istiadat, wisata sejarah yang sekaligus wisata budaya sangat terkenal sampai kemancagera.

Banten selatan terkenal bukan hanya tempat wisata sejarah, anda bisa berwisata sepaket langsung, sawarna dan tanjung lesung  menjadi wisata pantai sangat terkenal dan disukai pula oleh orang dari mancanegara, pantai yang belum terjajah oleh semua orang dan masih asri, berbagai terumbu karang berada disana serta biota laut yang tidak akan ditemukan dipantai lain, hal ini menjadi salah satu minat menarik para wisatawan untuk berkunjung ke banten selatan.

Ya,  jika anda ingin menimati wisata gratis namun memiliki nilai pedidikan yang sangat kuat dan has maka anda harus berkunjung ke salah satu desa yaitu desa cisungsang, Cisungsang adalah desa yang berada di kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, Indonesia. Cisungsang dikenal akan masyarakat adatnya yang masih teguh mempertahankan adat-istiadat Kasepuhan Cisungsang berasal dari daerah Cadas Belang, keturunan dari olot Ruman/aki buyut Ruman/Harumanjaya. Olot Ruman memiliki tujuh orang anak yang menyebar ke kampung-kampung lain diantaranya: 1. Cisitu 2. Cisitu 3. Cisungsang (Uyut Sarpin) 4. Cisungsang 5. Ciherang 6. Citorek 7. Bogor Kasepuhan Cisungsang termasuk ke dalam kelompok Pangawinan Guru Cucuk Pangutas Jalan yang mempunyai fungsi sebagai pembuka jalan (tukang mawa obor) pada waktu Kasepuhan-Kasepuhan lain berpindah tempat

Kampung Cisungsang terletak persis di tepi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Masih asri. Tak jauh dari Cisungsang, terdapat perbatasan Banten dan Jawa Barat dengan sungai yang menjadi garis pemisah Kabupaten Lebak dan Sukabumi. Dari ibu kota Rangkasbitung, jarak kampung adat ini sekitar 150 kilometer, sedangkan dari Jakarta sekitar 280 kilometer, ketika memasuki desa cisungsang anda akan disuguhkan dengan hamparan bukit-bukit hijau, meski jalan berliku namun perjalan yang ditempuh puluhan kilometer terbayar sudah ketika anda sampai di Desa Cisungsang.

Rumah -rumah di kampung Cisungsang terlihat rapih dengan tata letak kampung yang dinamis. Seluruh rumah warga adat tampak menghitam dengan atap ijuk dari pohon aren. Rumah-rumah kecil berdiri di antara gawir-gawir (tebing) yang tak terlalu tinggi, mengapit satu rumah besar dan dua balai pertemuan di bawahnya yang menjadi pusat Kampung Adat Cisungsang.

Warga kampung percaya Cisungsang didirikan oleh anak Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Walangsungsang yang telah mengalami situasi ‘Ilang Galuh Pajajaran’. Raja ini memberikan banyak keturunan bagi masyarakat Sunda yang tersebar di hampir seluruh daerah Jawa Barat.

Konon kata Cisungsang juga dibentuk dari dua suku kata, ‘ci’ dan ‘sungsang’. Secara harfiah kata ‘ci’ adalah bentuk singkat dari cai dalam bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan ‘sungsang’, dalam bahasa Sunda berarti terbalik atau berlawanan dari keadaan yang sudah lazim. Maka istilah Cisungsang dapat diartikan air yang mengalir kembali ke hulu (mengalir secara terbalik).

Warga Kampung Cisungsang percaya bahwa kampung mereka merupakan desa pertama yang dibuka oleh Walangsunsang. Mereka menyebutnya dengan istilah ‘Guru Cucuk’. Apih Jampana, salah satu sesepuh Cisungsang mengatakan, wilayahnya adalah lahan hutan yang dipilih para leluhur untuk dijadikan tempat tinggal. Itulah alasan mengapa Desa Adat Cisungsang disebut Desa Kasepuhan Banten Kidul atau Kesatuan Adat Banten kidul. Sedangkan kampung adat lain dalam keluarga Kasepuhan Banten Kidul seperti Ciptagelar, Cicarucub, Citorek, dan lainnya adalah perluasan dari Cisungsang.

Pusat Kasepuhan Banten Kidul itu adalah Kasepuhan Cisungsang. Alasannya, tidak ada yang berani memulai, dari menanam padi, memanen hasil padi. Ciptagelar, Cicarucub, atau desa adat yang lain itu diatur oleh Kasepuhan Cisungsang dalam ritual pertaniannya. Ceritanya, ada buyut (Citorek), pantrang (Cicarucub), pamali (Ciptagelar), Kasepuhan Cisungsang lah yang mengaturnya,” kata Apih Adeng pada satu kesempatan. Hal ini pun diamini Abah Usep (Ketua adat Kasepuhan Cisungsang). Pada sesi pidato yang mengawali musyawarah warga adat Cisungsang dengan pemerintah di sela-sela acara Seren Taun, Abah Usep mengakatakan, antara Cisungsang dan Kasepuhan Adat Banten Kidul lainnya adalah satu rumpun.

Sejarah awal berdirinya Kasepuhan Adat Banten Kidul dimulai dengan musyarawah para sesepuh pada zaman dahulu. Dari musyawarah itu, tercipta lima turunan mandiri kasepuhan adat di seputar Banten selatan. Satu kasepuhan berada di daerah Bayah, sedangakan saudara serumpun tercipta di daerah lainnya. Saudara serumpun itu dibagi menjadi dua istilah yaitu ‘dulur awewe’ (saudara perempuan) dan ‘dulur lalaki’ (saudara lelaki).“Dulur awewe” (saudara perempuan) kasepuhan Banten Kidul adalah, Cicarucub dan Citorek. Sedangkan dulur lalaki adalah Cisungsang dan Ciptagelar. Dari kesemuanya yang paling besar adalah Cisungsang. Sedangkan Ciptagelar adalah satu-satunya yang berada di wilayah Jawa Barat. Tapi kedudukan semuanya sama.

Karena tinggal di pegunungan, tak heran jika leluhur keturunan Kerajaan Pajajaran di Cisungsang adalah masyarakat agraris. Mereka mengandalkan cocok tanam, terutama padi. Dari berbagai legenda masyarakat agraris di Nusantara, keberadaan Dewi Sri sangat disakralkan. Tak terkecuali, para leluhur Sunda yang dahulu mengamalkan keyakinan Sunda Wiwitan dan Hindu. Meski kini sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam, namun warga adat seperti di Kampung Cisungsang masih meyakini keberadaan Dewi Sri, yang dalam masyaraat Sunda disebut Nyi Pohaci, sebagai lambang kesuburan.

Seren Taun (Serah Taun) merupakan salah satu ritual yang dilakukan oleh Masyarakat Kasepuhan Cisungsang. Ritual ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa setelah panen padi dilaksanakan. Seren Taun merupakan akhir dan awal kegiatan sosial masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang. Disebut akhir, karena pada ritual Seren Taun seluruh Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang memberikan laporan aktivitasnya selama setahun ke belakang; disebut pula sebagai awal, karena pada ritual ini Kepala Adat (Abah Usep Suyatma Sr) memberikan wejangan-wejangan dan bekal untuk aktivitas setahun ke depan.

Ritual ini juga merupakan ajang silaturahmi antara anggota masyarakat kasepuhan dengan Ketua Adat, di mana masyarakat Kasepuhan melaporkan kegiatan selama setahun kepada Kepala Adat. Ritual Adat Seren Taun yang dilaksanakan selama 7 hari 7 malam, bertempat di imah gede, yaitu tempat kediaman Abah, diisi dengan berbagai kegiatan dan ritual adat. Ritual Adat Seren Taun juga merupakan puncak siklus dari Tradisi Masyarakat Kasepuhan Cisungsang dalam proses pengolahan, menanam, memelihara, menyimpan dan menghargai Padi untuk kemaslahan bersama.

Bagikan

Jangan lewatkan

Desa Wisata Cisungsang
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.